Jumat, 06 September 2013

Latihan Estimasi Kerapatan Kanopi

Salah satu aspek vegetasi yang paling mudah dikenali melalui foto udara ataupun citra penginderaan jauh yang lain adalah kerapatannya. Secara kualitatif, seseorang yang tidak mempunyai pengalaman dalam melakukan interpretasi citra akan dengan mudah membedakan liputan vegetasi berdasarkan kerapatannya.
Meskipun demikian, studi vegetasi dengan bantuan citra bukan hanya didukung oleh kemampuan mengenali tingkat kerapatan vegetasi secara kualitatif. Melalui citra berskala besar, terutama foto udara, penafsir dapat mengenali sekaligus melakukan estimasi kerapatan tajuk (kanopi) secara kuantitatif.
Kerapatan kanopi vegetasi secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kerapatan horizontal dan kerapatan vertikal . kerapatan horizontal berkaitan dengan tingkat penutupan permukaan tanah oleh vegetasi; sedangkan kerapatan vertikal berkaitan dengan ‘ketebalan’ kanopi secara vertikal, yang pada umumnya berhubungan dengan jumlah strata (layer).
Informasi kerapatan vegetasi berguna untuk berbagai kebutuhan, seperti misalnya estimasi ketersediaan biomassa untuk kayu bakar, tahap-tahap suksesi, kerentanan terhadap erosi, kerusakan hutan, dan sebagainya. Oleh karena itu, akurasi informasi kerapatan vegetasi sangat menentukan kualitas informasi pendukung studi selanjutnya.
Dalam menghasilkan informasi kerapatan vegetasi yang mempunyai akurasi tinggi, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu jenis citra yang digunakan, skala citra, kualitas citra (kejelasan kenampakan obyek), dan pengalaman si penafsir. Untuk faktor pengalaman, perlu adanya latihan intensif dengan metode khusus dalam ‘standarisasi’ persepsi sebagai upaya pengurangan bias estimasi. Hal ini dapat dikombinasikan dengan latihan menggunakan jenis citra dan skala yang berbeda-beda. 

Prediksi hasil tanaman pertanian dapat dilakukan dengan mengidentifikasi tingkat kehijauan suatu tanaman dengan menggunakan metode rasio (perbandingan) band inframerah dan near inframerah. Formula seperti ini dikenal dengan nama indeks vegetasi yang dapat memberikan gambaran tentang tingkat kehijauan vegetasi berdasarkan biomasa tanaman. Formulasi Indeks vegetasi yang umum digunakan adalah NDVI (normalized difference vegetation indeks), secara visual kemampuan formula NDVI dapat membedakan objek vegetasi dan non vegetasi. Formulasi lain yang dikembangkan berupa indeks vegetasi terkoreksi (Enhanced Vegetation Index) Penajaman indeks vegetasi dilakukan dengan cara koreksi radiometrik dari pengaruh kondisi lahan (tanah dan kerapatan kanopi) dan aerosol yang terdeteksi oleh band biru serta posisi penyinaran matahari. Dengan menggunakan metode tersebut dapat memonitor perkembangan tanaman pertanian mulai dari masa tanam, pemeliharaan hingga produksi. Sehingga produksi hasil pertanian secara kualitas dan kuantitas dapat diprediksi dengan baik.

Selama ini untuk prediksi tingkat kehijauan tanaman pertanian khususnya padi telah dilakukan secara kontinyu oleh LAPAN, dengan menggunakan citra satelit NOAA /MODIS. Khusus untuk citra satelit MODIS merupakan citra satelit hyperspektral generasi baru di gunakan untuk pengamatan daratan dan perairan. Citra satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) merupakan salah satu sensor yang dimiliki oleh EOS (Earth Observing system) dan dibawa oleh 2 wahana yaitu TERRA yang diluncurkan pada 18 Desember 1999 dan AQUA pada tanggal 4 mei 2002. Sensor MODIS merupakan turunan dari sensor AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer), SeaWIFS (Sea-Viewing Wide Field of view sensor) dan HIRS (High Resoution Imaging Spectrometer) yang dimiliki EOS yang sebelumnya telah mengorbit. Kelebihan sensor MODIS dibandingkan dengan sensor global lainnya adalah dalam hal resolusi spasial 250 m, 500 m dan 1 Km. adapun kelebihan lainnya berupa kalibrasi radiometrik, spasial dan spektral dilakukan waktu mengorbit, peningkatan akurasi/presisi radiometrik dan peningkatan akurasi posisi geografis. Dikarenakan resolusi spasialnya, citra satelit MODIS hanya mampu menghasilkan informasi dengan skala gobal (1:500.000 s/d 1:1.000.000).

Untuk identifikasi dan estimasi luas areal pertanian guna menunjang tataruang dan pembangunan tingkat kabupaten/kota dan propinsi (skala menengah) dapat dilakukan dengan menggunakan citra SPOT,ASTER dan LANDSAT. Metode yang digunakan yaitu analisa spektral dari citra yang digunakan dengan beberapa tahapan berupa: menentukan kelas spektral untuk masing-masing sampel, menspesifikasikan kelas spektral dengan algoritma statistik, menerapkan perhitungan statistik guna pengenalan pola, mengklasifikasi dan menginformasikan hasil klasifikasi dalam bentuk peta dan tabel. Informasi yang dihasilkan berupa identifikasi dan estimasi luas areal pertanian ini sangat dibutuhkan untuk; mengetahui secara pasti posisi/sebaran pertanian di suatu daerah yang dapat di klasifikasikan dalam unit kecamatan atau desa, mengetahui sejauhmana potensi pertanian suatu daerah secara spasial, mengetahui nilai proyeksi ekonomi pertanian daerah dan untuk perencanaan peningkatan ekonomi daerah khususnya dari sektor pertanian.  




Gambar 1. Identifikasi sayur mayur di pangalengan(a) dan
prediksi hasil panen padi jawa barat (b)
(sumber: pusat penginderaan jauh – ITB dan LAPAN)

            Prediksi hasil tanaman pertanian dapat dilakukan dengan mengidentifikasi tingkat kehijauan suatu tanaman dengan menggunakan metode rasio (perbandingan) band inframerah dan near inframerah. Formula seperti ini dikenal dengan nama indeks vegetasi yang dapat memberikan gambaran tentang tingkat kehijauan vegetasi berdasarkan biomasa tanaman. Formulasi Indeks vegetasi yang umum digunakan adalah NDVI (normalized difference vegetation indeks), secara visual kemampuan formula NDVI dapat membedakan objek vegetasi dan non vegetasi. Formulasi lain yang dikembangkan berupa indeks vegetasi terkoreksi (Enhanced Vegetation Index) Penajaman indeks vegetasi dilakukan dengan cara koreksi radiometrik dari pengaruh kondisi lahan (tanah dan kerapatan kanopi) dan aerosol yang terdeteksi oleh band biru serta posisi penyinaran matahari. Dengan menggunakan metode tersebut dapat memonitor perkembangan tanaman pertanian mulai dari masa tanam, pemeliharaan hingga produksi. Sehingga produksi hasil pertanian secara kualitas dan kuantitas dapat diprediksi dengan baik.

 DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2005. Modul Praktikum Interpretasi Citra Untuk Penggunaan Lahan Dan Vegetasi. Yogyakarta: Program Diploma PJ dan SIG
               Diakses pada tanggal 28 April 2013





Tidak ada komentar:

Posting Komentar