Salah satu
aspek vegetasi yang paling mudah dikenali melalui foto udara ataupun citra
penginderaan jauh yang lain adalah kerapatannya. Secara kualitatif, seseorang
yang tidak mempunyai pengalaman dalam melakukan interpretasi citra akan dengan
mudah membedakan liputan vegetasi berdasarkan kerapatannya.
Meskipun
demikian, studi vegetasi dengan bantuan citra bukan hanya didukung oleh
kemampuan mengenali tingkat kerapatan vegetasi secara kualitatif. Melalui citra
berskala besar, terutama foto udara, penafsir dapat mengenali sekaligus
melakukan estimasi kerapatan tajuk (kanopi) secara kuantitatif.
Kerapatan kanopi vegetasi secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
kerapatan horizontal dan kerapatan vertikal . kerapatan horizontal berkaitan
dengan tingkat penutupan permukaan tanah oleh vegetasi; sedangkan kerapatan
vertikal berkaitan dengan ‘ketebalan’ kanopi secara vertikal, yang pada umumnya
berhubungan dengan jumlah strata (layer).
Informasi kerapatan vegetasi berguna untuk berbagai kebutuhan, seperti
misalnya estimasi ketersediaan biomassa untuk kayu bakar, tahap-tahap suksesi,
kerentanan terhadap erosi, kerusakan hutan, dan sebagainya. Oleh karena itu,
akurasi informasi kerapatan vegetasi sangat menentukan kualitas informasi
pendukung studi selanjutnya.
Dalam menghasilkan informasi kerapatan vegetasi yang mempunyai akurasi
tinggi, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu jenis citra yang
digunakan, skala citra, kualitas citra (kejelasan kenampakan obyek), dan pengalaman
si penafsir. Untuk faktor pengalaman, perlu adanya latihan intensif dengan
metode khusus dalam ‘standarisasi’ persepsi sebagai upaya pengurangan bias
estimasi. Hal ini dapat dikombinasikan dengan latihan menggunakan jenis citra
dan skala yang berbeda-beda.
Prediksi hasil tanaman pertanian dapat
dilakukan dengan mengidentifikasi tingkat kehijauan suatu tanaman dengan
menggunakan metode rasio (perbandingan) band inframerah dan near inframerah.
Formula seperti ini dikenal dengan nama indeks vegetasi yang dapat
memberikan gambaran tentang tingkat kehijauan vegetasi berdasarkan biomasa
tanaman. Formulasi Indeks vegetasi yang umum digunakan adalah NDVI (normalized
difference vegetation indeks), secara visual kemampuan formula NDVI dapat
membedakan objek vegetasi dan non vegetasi. Formulasi lain yang dikembangkan
berupa indeks vegetasi terkoreksi (Enhanced Vegetation Index) Penajaman
indeks vegetasi dilakukan dengan cara koreksi radiometrik dari pengaruh kondisi
lahan (tanah dan kerapatan kanopi) dan aerosol yang terdeteksi oleh band biru
serta posisi penyinaran matahari. Dengan menggunakan metode tersebut dapat
memonitor perkembangan tanaman pertanian mulai dari masa tanam, pemeliharaan
hingga produksi. Sehingga produksi hasil pertanian secara kualitas dan
kuantitas dapat diprediksi dengan baik.
Selama
ini untuk prediksi tingkat kehijauan tanaman pertanian khususnya padi telah
dilakukan secara kontinyu oleh LAPAN, dengan menggunakan citra satelit NOAA
/MODIS. Khusus untuk citra satelit MODIS merupakan citra satelit hyperspektral
generasi baru di gunakan untuk pengamatan daratan dan perairan. Citra satelit
MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) merupakan salah satu
sensor yang dimiliki oleh EOS (Earth Observing system) dan dibawa oleh 2 wahana
yaitu TERRA yang diluncurkan pada 18 Desember 1999 dan AQUA pada tanggal 4 mei
2002. Sensor MODIS merupakan turunan dari sensor AVHRR (Advanced Very High
Resolution Radiometer), SeaWIFS (Sea-Viewing Wide Field of view sensor) dan
HIRS (High Resoution Imaging Spectrometer) yang dimiliki EOS yang sebelumnya
telah mengorbit. Kelebihan sensor MODIS dibandingkan dengan sensor global
lainnya adalah dalam hal resolusi spasial 250 m, 500 m dan 1 Km. adapun
kelebihan lainnya berupa kalibrasi radiometrik, spasial dan spektral dilakukan
waktu mengorbit, peningkatan akurasi/presisi radiometrik dan peningkatan
akurasi posisi geografis. Dikarenakan resolusi spasialnya, citra satelit MODIS hanya
mampu menghasilkan informasi dengan skala gobal (1:500.000 s/d 1:1.000.000).
Untuk
identifikasi dan estimasi luas areal pertanian guna menunjang tataruang dan
pembangunan tingkat kabupaten/kota dan propinsi (skala menengah) dapat
dilakukan dengan menggunakan citra SPOT,ASTER dan LANDSAT. Metode yang
digunakan yaitu analisa spektral dari citra yang digunakan dengan beberapa
tahapan berupa: menentukan kelas spektral untuk masing-masing sampel,
menspesifikasikan kelas spektral dengan algoritma statistik, menerapkan
perhitungan statistik guna pengenalan pola, mengklasifikasi dan
menginformasikan hasil klasifikasi dalam bentuk peta dan tabel. Informasi yang
dihasilkan berupa identifikasi dan estimasi luas areal pertanian ini sangat
dibutuhkan untuk; mengetahui secara pasti posisi/sebaran pertanian di suatu
daerah yang dapat di klasifikasikan dalam unit kecamatan atau desa, mengetahui
sejauhmana potensi pertanian suatu daerah secara spasial, mengetahui nilai
proyeksi ekonomi pertanian daerah dan untuk perencanaan peningkatan ekonomi
daerah khususnya dari sektor pertanian.
Gambar 1. Identifikasi sayur mayur di pangalengan(a) dan
prediksi hasil panen padi jawa barat (b)
(sumber: pusat penginderaan jauh – ITB dan LAPAN)
Prediksi hasil tanaman pertanian
dapat dilakukan dengan mengidentifikasi tingkat kehijauan suatu tanaman dengan
menggunakan metode rasio (perbandingan) band inframerah dan near inframerah.
Formula seperti ini dikenal dengan nama indeks vegetasi yang dapat memberikan
gambaran tentang tingkat kehijauan vegetasi berdasarkan biomasa tanaman.
Formulasi Indeks vegetasi yang umum digunakan adalah NDVI (normalized
difference vegetation indeks), secara visual kemampuan formula NDVI dapat
membedakan objek vegetasi dan non vegetasi. Formulasi lain yang dikembangkan
berupa indeks vegetasi terkoreksi (Enhanced Vegetation Index) Penajaman indeks
vegetasi dilakukan dengan cara koreksi radiometrik dari pengaruh kondisi lahan
(tanah dan kerapatan kanopi) dan aerosol yang terdeteksi oleh band biru serta
posisi penyinaran matahari. Dengan menggunakan metode tersebut dapat memonitor
perkembangan tanaman pertanian mulai dari masa tanam, pemeliharaan hingga
produksi. Sehingga produksi hasil pertanian secara kualitas dan kuantitas dapat
diprediksi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005. Modul
Praktikum Interpretasi Citra Untuk Penggunaan Lahan Dan Vegetasi. Yogyakarta : Program Diploma PJ dan SIG
Darmawan, Soni. http://sonidarmawan.multiply.com/journal/item/4?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
Diakses
pada tanggal 28 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar